LAYANAN PERPUSTAKAAN TUTUP, PUSTAKAWAN NGAPAIN AJA?

LAYANAN PERPUSTAKAAN TUTUP, PUSTAKAWAN NGAPAIN AJA?

Oleh : Yustiani Rahmawita, SST. Par

Pustakawan Ahli Muda pada Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Bandung

Sesuai dengan Instruksi Presiden yang menyatakan bahwa kegiatan pelayanan non esensial ditutup selama pandemic. Hal ini mengakibatkan pelayanan perpustakaan di beberapa Daerah Tingkat II ditutup untuk  sementara, sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan. Perpustakaan Kota Bandung pun tidak luput dari instruksi Presiden ini. Perpustakaan Kota Bandung yang biasanya ramai oleh pemustaka, kali ini harus menutupkan layanan dan sirkulasi untuk sementara. Tidak ada hilir mudik pemustaka di antara rak buku. Tidak ada interaksi antara pemustaka dan pustakawan dalam pencarian informasi.  Sepi.

Banyak masyarakat umum bertanya-tanya, apa saja yang dilakukan oleh pustakawan selama penutupan layanan ini? Apakah pustakawan hanya duduk manis sambil memandang buku dan sama sekali tidak ada kegiatan yang bisa dilakukannya? Jawabannya tentu saja tidak. Bahkan bisa dikatakan, pekerjaan pustakawan yang sebenarnya dimulai pada saat tidak adanya layanan perpustakaan seperti saat sekarang ini.

Buku-buku yang tertata di dalam rak buku, didata ulang oleh para pustakawan perpustakaan Kota Bandung. Sejumlah kurang lebih 105.000 (seratus lima ribu) eksemplar,   37.000 (tiga puluh tujuh ribu) judul dilakukan pendataan ulang. Pengecekan ulang data adalah meliputi pengecekan judul dan anak judul, nama pengarang, klasifikasi buku (yang berpengaruh pada nomor panggil sebuah buku), tajuk subjek buku, penempatan nomor ISBN pada data katalog serta penempatan buku pada kategori pembaca.

Pendataan ini bermula dari keluhan pemustaka yang tidak dapat menemukan buku yang dimaksud dalam mesin pencari OPAC (Online Public Acces Catalogue) pada website layanan perpustakaan Kota Bandung. Beberapa pemustaka tidak dapat menemukan buku yang dicari berdasarkan subjek yang diminati. Hal ini tentu saja menimbulkan kesulitan kepada pemustaka dan para pustakawan itu sendiri. Walaupun akhirnya buku yang diinginkan oleh pemustka dapat ditemukan secara fisik, tetapi waktu yang dibutuhkan untuk pencarian lumayan lama diluar perkiraan sebelumnya. 

Salah satu kasus yang terjadi adalah ketika pemustaka menelusuri koleksi dengan subjek “buku cerita anak tentang binatang jerapah”. OPAC yang tersedia hanya mampu menelusuri koleksi subjek sampai dengan “buku cerita” saja. Setelah ditelusuri ulang oleh petugas perpustakaan secara manual di rak-rak koleksi, ternyata buku yang dimaksud tersedia. Hanya saja subjek yang terdeskripsi di OPAC berbeda atau belum detail. Contoh kasus lainnya adalah pemustaka yang ingin menelusuri subjek koleksi “novel fantasi tentang nenek sihir”. Novel dengan subjek ini, belum bisa ditemukan secara langsung di OPAC, sehingga pustakawan harus membantu mencarikan ulang secara manual ke rak-rak buku.

Katalog subjek yang kurang representatif seringkali menimbulkan ketidaksesuaian informasi (misleading information) bagi pemustaka atau kekurangpuasan pemustaka terhadap koleksi yang ditelusuri. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menimbulkan penurunan minat pemustaka terhadap kunjungan ke Perpustakaan. Oleh karena itu, pustakawan harus bekerja keras untuk memperbaiki deskripsi subjek setiap koleksi bahan pustaka di Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Bandung agar di masa-masa yang akan datang, pemustaka dapat lebih merasakan kepuasan ketika mendapatkan layanan di perpustakaan, sehingga kunjungan ke perpustakaan juga akan semakin meningkat.

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh para pemustaka dalam pencarian buku berdasarkan subjek yang dicari, para pustakawan akhirnya memutuskan akan mendata ulang (rekatalogisasi) buku-buku yang terdapat di perpustakaan Kota Bandung. Kegiatan rekatalogisasi ini sudah mulai dilakukan pada awal 2020. Kemudian terus berlanjut disaat pelayanan perpustakaan tutup sampai dengan saat ini.

Berdasarkan subjeknya, bahan pustaka terbagi atas 10 kelompok besar. Klasifikasi bahan pustaka tersebut adalah dimulai dari kelas 000, 100, 200 sampai dengan kelas 900. Kelas 000 adalah bahan pustaka dengan subjek Karya Umum. Karya umum ini meliputi antara lain Ensiklopedia Umum, Jurnalistik, Kumpulan Karya Umum dan Terbitan Berkala. Kelas 100 adalah bahan pustaka dengan subjek Ilmu Filsafat dan Psikologi. Kelas 200 adalah bahan pustaka dengan subjek Agama. Kelas subjek ini terdiri dari beberapa agama yang ada di Indonesia beserta dengan subjek yang lebih rinci. Kelas 300 adalah bahan pustaka dengan subjek Ilmu-Ilmu Sosial.

Kelas selanjutnya adalah kelas 400, dengan subjek bahasa. Bahasa ini terbagi lagi ke dalam bahasa daerah, bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa lainnya. Kelas 500 adalah bahan pustaka yang berisi Ilmu-Ilmu Alam dan Matematika. Kelas 600 adalah kelas subjek Teknologi dan Ilmu-Ilmu Terapan. Kelas 800 adalah bahan pustaka dengan subjek kesusastraan. Buku-buku fiksi seperti novel dan cerita pendek berada di dalam kelas dengan subjek ini. Sementara kelas 900 adalah bahan pustaka dengan subjek Geografi dan Sejarah.

Melalui sepuluh subjek besar ini, pustakawan melakukan rekatalogisasi buku-buku yang terdapat di perpustakaan Kota Bandung.  Rekatalogisasi berdasarkan subjek dilakukan dengan cara membaca kembali isi buku yang sedang didata. Pemberian subjek dilakukan secara detail dan spesifik supaya dapat memudahkan para pemustaka dalam pencarian bahan pustaka yang dibutuhkan. Tidak jarang, penentuan subjek buku dilakukan secara bersama melalui diskusi untuk mendapatkan satu suara yang sama dalam penentuan isi subjek.

            Pustakawan Perpustakaan Kota Bandung berjumlah total 16 orang. Pustakawan  ini tentu saja tidak semua melakukan rekatalogisasi bahan pustaka, disebabkan oleh jenjang pustakawan yang terdapat di Dinas Perpustakaan Kota Bandung. Selain pustakawan ahli madya, hampir semua jenjang pustakawan melakukan rekatalogisasi bahan pustaka.             

            Melalui sistem jam kerja yang berubah selama pandemic, tentu saja kegiatan ini juga berpengaruh kepada kecepatan dalam kegiatan rekatalogisasi data katalog yang dilakukan. Sistem kerja yang memberlakukan WFH (Work From Home), mengakibatkan para pustakawan tidak dapat bekerja secara optimal dalam penginputan data. Sebaliknya, selama WFO (Work From Office), pustakawan memiliki pekerjaan yang cukup sibuk dibandingkan dengan saat pelayanan dibuka untuk umum.

            Jadi, siapa bilang Pustakawan ga kerja? Para pustakawan terus berupaya melakukan kegiatan rekatalogisasi bahan pustaka pada masa pandemic ini.  Sehingga apabila pada saatnya nanti pelayanan perpustakaan kembali dibuka, pelayanan perpustakaan akan semakin siap dalam meningkatkan pencarian informasi bahan pustaka yang dibutuhkan oleh pemustaka. Kepuasan pemustaka inilah yang diharapkan dapat meningkatkan tingkat kunjungan pemustaka dan menaikkan indeks baca masyarakat.

1+

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Login/Register access is temporary disabled